Rabu, 26 Januari 2011

Kebangkitan Phoenix

Kebangkitan Phoenix
gallery


Usai didera salah satu malapetaka pemutihan karang terburuk dalam sejarah, terumbu Kepulauan Phoenix pulih kembali.

Jangkar dan rantai besi telah diceburkan. Kami menurunkan dua sampan merah dari kapal penelitian, mengisinya dengan peralatan selam, lalu melesat ke arah laguna. Setelah lima hari berlayar dari Fiji ke pulau Kanton, kami tak sabar ingin melihat apakah terumbu di sini terlindung dari bencana laut yang langka—lonjakan tajam suhu air laut lokal. Selama iklim El Niño 2002-2003, air laut bersuhu lebih hangat 1°C dari biasanya telah bertahan selama enam bulan di sekitar Kepulauan Phoenix, sebuah kepulauan kecil di Pasifik tengah. Kami dengar bahwa titik panas itu telah memutihkan karang di kawasan itu. Saat turun ke dasar laguna, saya berharap hal itu tidak seburuk seperti yang dikabarkan kepada kami.

Saat berhenti di samping terumbu, terlihat hamparan karang mati. Piringan karang cokelat dan pirang yang dulu tumbuh subur, berlapis-lapis dan berlimpah, namun sekarang pucat dan memutih laksana hantu, jauh dari keindahan sebelumnya. Ketika saya pertama kali mengunjungi Kepulauan Phoenix satu dasawarsa lalu, terumbu ini menopang kehidupan banyak spesies karang keras, di samping kima raksasa, anemon, siput laut, dan berbagai macam ikan, dari hiu karang bintik hitam, ikan ketarap, hingga ikan tanda-tanda. Karena tidak terusik sekian lama, kepulauan ini selamat dari penangkapan ikan berlebihan, pencemaran, dan dampak negatif peradaban modern lainnya. Meski demikian, kepulauan ini tidak bisa menghindari perubahan iklim, yang dipercaya kebanyakan ilmuwan telah memperparah El Niño.

Saya memang tidak siap menerima kemunduran ini, tapi sedikit terhibur kala melihat banyak ikan dan karang-hidup tumbuh di antara puing—tanda-tanda awal pemulihan. Mungkinkah terumbu karang di Kepulauan Phoenix, sama seperti burung phoenix dalam legenda, terlahir kembali dari abu akibat lonjakan suhu?

Sepuluh tahun yang lalu saya terbang ke Tarawa, ibu kota negara Kiribati di wilayah Mikronesia yang mencakup Kepulauan Phoenix, untuk bertemu dengan pejabat pemerintah. Pada saat itu, terminal bandara itu tak lebih besar dari rumah, tak berdinding beratap jerami. Di departemen perikanan, saya bertemu David Obura dan Sangeeta Mangubhai dari CORDIO, sebuah organisasi konservasi Samudra Hindia, yang membantu saya melakukan survei bawah air sistematis pertama di Kepulauan Phoenix. Pendingin udara kuno menderum di ruang rapat sementara kami melakukan presentasi di depan menteri perikanan dan lingkungan, memperlihatkan rekaman hiu, karang yang subur, dan kawanan ikan warna-warni yang berlimpah. Para menteri dan staf mereka, yang terbiasa melihat terumbu terdegradasi di di daerahnya, sama terpukaunya seperti kami saat melihat terumbu Kepulauan Phoenix yang "seperti baru".

"Tahukah Anda, Greg, Andalah ilmuwan pertama yang mau repot-repot datang memberitahukan hasil penelitian di perairan kami?" ujar Tetebo Nakara, menteri perikanan saat itu.


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger | Printable Coupons